Wednesday, September 12, 2018

Tafsiran Wahyu



TAFSIRAN
KITAB WAHYU 3:14-22
“Kepada Jemaat di Laodikia”



A.           Pendahuluan
Dalam kitab Wahyu tidak ada penjelasan yang detail tentang siapa penulis kitab ini (Kitab Wahyu). Namun beberapa ahli seperti Justinus Martyr  mengatakan bahwa Rasul Yohanes. Adalah penulis Kitab Wahyu.[1] Yang di tulis pada masa kerajaan Kaisar Domitianus di Roma (tahun 81-96), atau pada akhir kerajaan Kaisar Nero (tahun 54-68). Secara khusus, kitad ini di tulis untuk tujuh jemaat tertentu di tujuh kota di Asia Kecil, yaitu Propinsi Asia yang terletak di bagian Barat negara Turki (Wahyu 1:11). Jarak antara tujuh kota itu sekitar 50-80 kilometer. Bahkan kitab ini juga di tulis untuk setiap orang Kristen (Wahyu 2:7, 17, 29). Tujuan utama surat ini ditulis dan dikirim ialah untuk mendorong, menegur dan membesarkan hati.[2]
Wahyu 3:14-22, secara khusus di alamatkan kepada Jemaat yang ada di Laodikia (Wahyu 3:14a).  Laodikia terletak kira-kira 43 mil sebelah tenggara Filadelfia, 11 mil sebelah Barat Kolose, dan 6 mil sebelah Selatan Hierapolis (Kol. 4:13) di lembah Lisius.[3] Kota Laodikia didirikan oleh Antiokhus II, yang adalah keturunan dari salah satu jenderal Iskandar Agung. Kota Laodikia di namakan Laodikia sesuai dengan nama istri Antiokhus, yaitu Laodike, yang diceraikan pada tahun 253 SM. Lokasi kota ini strategis, karena dari sebelah barat, wilayah Frigia hanya dapat dimasuki lewat lokasi Laodikia dan lokasi Filadelfila.[4]
Laodikia adalah sebuah kota yang kaya karena kota ini adalah pintu gerbang ke Efesus, batas timur kira-kira 100 mil merupakan pintu gerbang ke Siria[5] sehingga perdagangan di kota itu berkembang dengan pesat. Juga bulu domba yang menjadi hasil peternakan di sekitar Loadikia dipakai untuk membuat kain wol hitam untuk pakaian dan karpet. Oleh karena perdagangan dan pendapatan dari wol hitam itu, maka Laodikia menjadi kota perdagangan dan kota administratif. Pada abad ke-17 M dan abad ke-60 M kota Laodikia dan beberapa kota lainnya di hancurkan oleh gempa bumi yang sangat dahsyat. Kota-kota lain perlu dana dari perbendaharaan Roma, tetapi pimpinan Laodikia menolak bantuan dana itu, karena mereka mau memperbaiki kotanya sendri! Mereka menganggap diri mereka kaya.
Antonius Agung membawa sekitar dua ribu keluarga Yahudi dari Babel ke Lidia dan Frigia di abad ke-3 SM. Laodikia yang menjadi batas kedua wilayah itu menjadi tuan rumah bagi banyak keluarga ini dan menjadi makmur. Sehingga kuil penyembahan Kaisar mendapat tempat utama di Laodikia. Laodikia menyesuaikan diri dengan agama-agama lain, berfoya-foya dengan kekayaan materi, memuaskan hidup dengan kesenangan, dan gagal memenuhi tuntutan Kristus. Akibatnya, Tuhan Yesus tidak memiliki kata-kata pujian atau penghargaan bagi jemaat ini dan jemaat lain yang gagal memproklamasikan berita keselamatan.

B.            Tafsiran Teks
Ayat 14 : “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang Setia dan Benar, permulaan dari ciptaan Allah:”
Di awal teks ini di awali dengan frasa “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia”. Apakah maksudnya dalam frasa itu tersurat kata “malaikat”? Di sini kata malaikat tentu tidak secara harafiah mengacu kepada malaikat. Akan tetapi lebih masuk akal jika kata ini diartikan sebagai seorang manusia yang juga menjadi duta Allah di tengah-tengah jemaat-Nya, seperti: seorang Penatua ataupun pemimpin jemaat. Bukan berarti bahwa hanya penatua dan pemimpin jemaat di Laodikia yang menjadi penerima tunggal surat ini tetapi nantinya akan dibacakan kepada jemaat sehingga jemaat pun dapat dikategorikan sebagai penerimanya.[6]
Dalam frasa “Inilah firman dari Amin, Saksi yang Setia dan Benar, permulaan dari ciptaan Allah” Hanya pada bagian ini, gambaran tentang Yesus Kristus tidak langsung kepada penampakan-Nya kepada Yohanes di Patmos (1:12-16), tetapi dalam salam pembuka Kitab Wahyu: “dan dari Yesus Kristus, saksi yang setia yang pertama kali bangkit dari orang mati” (1:5a).[7] Yesus mulai dengan menyebutkan diri-Nya dengan gelar yang sangat tinggi, yaitu[8]:
1.             Uraian bahwa Tuhan Yesus adalah Amin berasal dari teks Ibrani Perjanjian Lama. Amin  merujuk apa yang benar, teguh, kokoh, dan layak dipercaya. Tuhan Yesus mengenakan ini bagi Diri-Nya dan menafsirkannya di anak kalimat berikutnya sebagai “Yang Setia dan Yang Benar”. Istilah setia dan benar merupakan terjemahan dari Istilah Ibrani yang sama, yaitu Amin.
2.             Yesus menyebutkan diri-Nya Saksi yang setia dan benar. Frasa itu berarti bahwa apapun yang Tuhan Yesus ucapkan pastilah benar, sehingga di akhir Kitab Wahyu kita membaca penegasan: “perkataan ini adalah tepat dan benar” (21:5;22:6).
3.             Tuhan Yesus menyebutkan diri-Nya “permulaan dari ciptaan Allah”. Kata permulaan (Yun.:arche) jangan diterjemahkan secara pasif, seolah-olah Tuhan Yesus dicipta atau dicipta ulang, tetapi secara aktif, karena oleh Dialah ciptaan Allah menjadi ada (Yoh. 1:1; Kol. 1:15-18; Ibr. 1:2). Hal ini mau menunjukkan bahwa Tuhan Yesus menjadikan segala sesuatu dan dengan demikian, memiliki dan mengontrol mereka. selain itu, segala sesuatu diciptakan untuk melayani Dia. Berita kepada jemaat di Laodikia adalah: kebanggaan mereka akan kekayaan duniawi merupakan suatu kesalahan, karena segala sesuatu adalah milik Tuhan yang layak menerima pujian dan kemuliaan.
Ayat 15-16: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku,”
Pada frasa ini Tuhan Yesus mengatakan “Aku tahu..” seperti juga dalam keenam surat yang lain, tetapi dalam surat ini kata ini bukan mereupakan pujian melainkan kritikan.[9] Kemudian istilah “pekerjaan” yang mana muncul juga di surat-surat lain (2:2, 19; 3:1,8). Di sini kata ini memiliki arti yang sama dengan surat kepada jemaat di Sardis (ayat 1): pekerjaan mereka tidak sempurna bahkan tidak layak disebutkan. Tuhan tahu pekerjaan di Sardis dan Laodikia dan Ia menegur dengan keras. Mereka tidak lagi aktif dan hidup: sejumlah kecil jemaat yang setia dan Sardis bagaikan bara api yang menyala di tengah lapisan abu; jemaat di Laodikia bagaikan persediaan air mereka yakni tidak panas ataupun dingin.[10]
Perkataan “Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas” tegas sekali. Rupanya jika dikatakan “panas”, maksudnya hidup bersemangat dan bertekun bagi Tuhan Yesus. Tetapi Dia lebih senang jika orang bersifat “dingin” dari pada suam-suam kuku. Kalau mereka “dingin” mereka sama sekali tidak mengenal Tuhan Yesus, tetapi rela mendengarkan.[11]
Kita menduga orang Kristen generasi pertama di Laodikia telah menerima Injil dan dibakar oleh api serta antusiasme, tetapi keturunan mereka menjadi suam-suam kuku. Mereka tidak tertarik untuk menjadi saksi bagi Tuhan Yesus, hidup melayani Tuhan, mengkhotbahkan dan mengajarkan Injilnya bagi pertumbuhan jemaat dan kerajaan Tuhan. Walaupun masih memiliki Kitab Suci, mereka bersikap aptis, acuh tak acuh, tidak memperdulikan perkara-perkara Tuhan (bdk. Ibr. 4:2; 6:5).[12]
“Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku”. Air minum yang ada di Kolose sejuk, dingin dan enak. Di heiropolis, sepuluh kilometer dari Laodikia, ada air panas yang menyehatkan, tetapi Tuhan Yesus mengatakan mereka di Laodikia “tidak dingin dan tidak panas”. Dia menggambarkan keadaan hati mereka “suam-suam kuku”. sehingga bagi Dia mereka tidak enak melainkan menyebabkan muntah. Air dari mata air panas di Heiropolis mengalir ke arah Laodikia, tetapi jauh sebelum kota Laodikia air panas itu sudah suam-suam kuku.[13] Pada waktu tiba di Laodikia air itu menjadi dingin dan kalsium karbonat di dalam air itu membuat mereka mual ketika meminumnya. Sebaliknya, Kolose yang berjarak 11 mil diberkati dengan mata air yang menghasilkan air segar dan murni.[14]
Kristus tidak menyukai kekristenan yang suam-suam kuku karena hal ini tidak bernilai. Jadi paling baik jika kita mengartikan suam-suam kuku ini dengan: ragu-ragu, tidak mau memilih antara taat kepada Allah dan tidak taat kepadanya.[15] Air suam-suam kuku yang mengandung kalsium karbonat membuatnya dimuntahkan. Serupa itu, Kekristenan nominal yang kosong dalam pekerjaan rohani, menjijikkan bagi Allah dan Ia akan memuntahkan. Di sini Yesus tidak berkata “Aku pasti akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku,” tetapi “Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku,” yang menyatakan anugerah Tuhan dalam memberi kesempatan bertobat bagi jemaat Laodikia setelah mereka membaca surat ini.
Ayat 17:”Karena engkau berkata: ‘aku kaya dan aku telah memperkaya diriku dan aku tidak membutuhkan apa-apa,’ tetapi engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang”.
Kaya bisa merujuk harta materi ataupun rohani. Jemaat itu mungkin merasa dirinya kaya akan benda-benda jasmani, sebab Laodikia adalah kota yang letaknya sangat strategis dan merupakan kota yang makmur. Laodikia dikenal sebagai pusat keuangan dan telah membangun banyak gedung besar, pintu gerbang dan menara segera setelah gempa bumi menghancurkan kota itu. Merekja menjadi sombong, tidak bergantung kepada yang lain, dan bahkan mampu menolong tetangga mereka yang menderita akibat bencana yang sama. anggota jemaat sepenuhnya setuju dalam hal bersikap mandiri dan menolong jemaat lain. Mereka gagal melihat perbedaan antara kekayaan materi dan rohani. Mereka menyombongkan kecukupan diri dan tidak membutuhkan Kristus. Mereka buta secara rohani. Mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri merupakan kesombongan rohani, karewna iman dan keyakinan di dalam Tuhan tidak lagi berfungsi.[16]
“Tetapi engakau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta, dan telanjang”. Kata “tetapi” sangat mencolok dan menyatakan kondisi yang sebaliknya. Tuhan telah berkata “Aku tahu pekerjaanmu” (ayat 15) dan saat ini Ia memberi tahu jemaat bahwa mereka tidak tahu kondisi mereka sendiri. ia memakai kata “kamu” dalam bentuk singular untuk merujuk jemaat secara keseluruhan. Ia melukiskan kondisi mereka dengan lima adjektiva. Melarat (lih. Rm. 7:24) menyatakan keduniawian jemaat yang mengabaikan perkara-perkara penting ilahi: orang kata yang tidak memiliki harta berharga di mata Allah. Selain bangkrut secara rohani mereka juga malang.  Paulus memakai kata ini dalam bentuk superlatif saat ia menegur orang yang meragukan kebangkitan, “ Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (I Kor. 15:19). Bukannya menjadi kaya, jemaat Laodikia secara rohani miskin karena dibutahkan oleh materi (bdk. 2 Ptr. 1:9). Terakhir, mereka berdiri telanjang di hadapan Allah dan tidak bisa menutupi rasa malu mereka.
Ayat 18: “Maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
Dalam frasa ini Tuhan Yesus mengajak jemaat di Laodikia untuk “membeli dari Tuhan” tiga macam benda, yaitu emas, pakaiaan putih, dan minyak untuk melumas mata. Memang mereka sudah mempunyai emas, tetapi emas itu tidak dianggap murni. Emas surgawilah yang murni. Emas itu dapat dibeli dengan ketaatan. Namun ditegaskan di sini bahwa yang ditawarkan untuk dibeli bukanlah keselamatan. tetapi yang yang ditawarkan untuk dibeli adalah kekayaan surgawi, yang diperoleh melalui usaha kita. Hal ini jangan dicampur dengan apa yang dapat diambil dengan cuma-cuma, yaitu keselamatan kekal yang bukan berdasarkan usaha kita, tetapi berdasarkan karya Tuhan Yesus di kayu salib.[17]
Pakaian putih perlu dikenakan untuk menutupi ketelanjangan dari dosa sehingga tidak menjadi malu (bdk. 16:15). Orang Kristen di Laodikia telanjang secara rohani, “segala alat tenunan di kota mereka tidak bisa menenun pakaiaan untuk menutupi dosa mereka. laodikia bisa menyediakan jubah dan bahan pakaian bagi seluruh dunia, tetapi kebenaran adalah jubah putih yang Allah tuntut (lih.19:8), dan ini harus mereka peroleh dari Kristus,” hanya Tuhan yang bisa menghapus dosa dan kesalahan, dan hanya Dia yang bisa menyediakan jubah putih kebenaran.[18]
Orang-orang Kristen di Laodikia dibutakan oleh penipuan diri, tidak bisa melihat dengan mata rohani. Dengan pelumas mata yang Tuhan sediakan, mereka bisa melihat dosa-dosa mereka dalam terang Firman Allah dan berjalan bersama Tuhan Yesus, sang terang dunia.[19]
Ayat 19: “Barang siapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar, sebab itu bersungguh-sungguhlah dan bertobatlah! 20. Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk dan mendapatkannya dan Aku akan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”.
“Barang siapa Kukasihi, ia ia Kutegor dan Kuhajar” di dua ayat ini Tuhan memperingatkan jemaat di Laodikia.seperti banyak ajaran-Nya, peringatan ini Ia dasarkan pada PL, yaitu Amsal 3:12 (bdk. Ibr. 12:6): “Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya.” Tuhan Yesus mengubah orang ketiga menjadi orang pertama dan menambahkan kata menegur. Dalam teks Yunani, Ku di awal kalimat memberikan penekanan. Terakhir, Tuhan berbicara secara umum. Ia berkata “barang siapa Kukasihi”, untuk menunjukkan kasih dan hajaran berjalan bersama dalam memperbarui relasi mereka.[20]
Meski verba Yunani agapao bisa diterjemahkan “sungguh kukasihi” dan phileo bisa ditejemahkan “kukasihi, kedua kata ini kerap dilihat sebagai sinonim Agapao muncul di surat kepada jemaat Filadelfia “Aku mengasihi engkau”” (ay. 9), dan phileo muncul di sini. Tidak berarti bahwa Tuhan Yesus mengasihi jemaat Filadelfia dengan kasih yang sejati dan mengasihi jemaat Laodikia dengan kasih sayang. Tetapi ini menunjukkan bahwa dalam konteks teguran dan hajaran Tuhan Yesus menyapa jemaat di Laodikia dengan kasih.[21]
“Sebab itu bersungguh-sungguhlag dan bertobatlah!” Pembaruan terjadi saat jemaat menaati dua perintah: “bersungguh-sungguhlah” dan “bertobatlah”. Tuhan meminta mereka mulai bersungguh-sungguh dengan hasrat yang membangkitkan semangat rohani. Kesungguhan adalah komponen kasih yang penting bagi Allah. Sementara perintah agar bersungguh-sungguh memakai bentuk present tense, untuk menunjukkan suatu komunitas, “bertobat” merupakan tindakan satu kali untuk selamanya. Jemaat Laodikia harus berbalik 180° dengan meninggalkan masa lalu dengan sepenuh hati mengambil hidup baru di dalam Kristus.[22]
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk”. Karena tertutup dari kehidupan rohani mereka, Tuhan Yesus secara figuratif berdiri di muka pintu hati dan mengetuk untuk masuk (bdk.Yak. 5:9). Ia terus mengetuk agar memperoleh perhatian, sehingga tidak ada yang berkata Tuhan tidak memperingatkan mereka. ia memanggil mereka secara pribadi dengan terus mengetuk pintu hati seolah-olah si tuam rumah sedang tidur. Yang ditekankan adalah tanggung jawab manusia untuk melangkah ke pintu dan menjawab ketukan ini. Tuhan berdiri di muka pintu hati, mengetuk berulang-ulang, dan mengharapkan respons mereka.[23]
“Jikalau ada orang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya, dan Aku akan makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”. Panggilan pertobatan ini berjangkauaan luas dan ditawarkan kepada siapa pun. Tuhan tidak hanya berdiri di muka pintu dan terus mengetuk, Ia juga berbicara dan memanggil orang berdosa untuk bertobat. Pada waktu seseorang merespons suara Tuhan dia akan masuk ke dalam hatinya.  Perhatikan, kendati sepenuhnya berada di tangan Tuhan, karena ayat ini menekankan Tuhan Yesus yang berbicara, masuk ke dalam hati, dan makan bersama-sama orang yang merespons. Tanggung jawab untuk mendengar dan merespons suara Tuhan jelas terletak pada pendengar.[24]
Dalam konsep Timur undangan makan menyatakan kepercayaan dan hormat tuan rumah kepada tamunya (Maz. 41:10), karena tuan rumah membuka rumah untuk tamunya dan memecahkan roti bersama dia. Di sini Tuhan berperan sebagai tuan rumah, karena Ia berkata bahwa Ia akan masuk dan mendapatkannya dan makan bersama-sama. ayat ini penekanannya adalah persekutuan dengan Kristus.[25]
Ayat 21: “Barang siapa menang, ia akan kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atastakhta-Nya. 22. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”.
Seperti surat-surat lainnya, Yohanes menulis frasa yang sangat akrab, “barang siapa yang menang” dan kemudian menuliskan janji yang Tuhan Yesus bagikan bagi para pemenang. Hal ini menunjuk bahwa Tuhan Yesus pertama-tama berjanji kepada jemaat di Laodikia, lalu kepada semua orang percaya. Betapa beaar anugerah dan kemurahan Tuhan bagi jemaat yang sama sekali tidak dipuji ini! Mereka yang bertobat dan menang akan beroleh hak istimewa untuk duduk bersama Kristus di Takhta Allah Bapa (Mat. 19:28; Luk. 22:28-30). Pasal ini ditutup dengan pengulangan yang sangat dikenal untuk mendengarkan apa yang Roh Kudus katakan kepada jemaat. itu berarti seluruh jemaat menerima pujian, teguran, dan janji Kristus.[26]


C.           Kesimpulan
Laodikia merupakan daerah yang cukup sentral untuk dunia perdagangan, sehingga daerah ini cukup makmur dan kaya dari segi materi. Namun, ketika Laodikia menjadi tuan rumah dari orang-orang Yahudi korban bencana gempa bumi yang dibawa oleh Antiokus Agung untuk menjadikan mereka makmur, maka dibangunlah Kuil penyembahan Kaisar di Laodikia. Maka orang-orang di Laodikia mengikuti cara hidup orang-orang Yahudi seperti hidup beefoya-foya dengan kekayaan materi, sehingga gagal memenuhi tuntutan Kristus. Memang mereka kaya secara materi namun pada kenyataannya mereka melarat dan malang, miskin, buta dan telanjang secara rohani. Generasi pertama di Laodikia menerima Injil dengan baik namun keturunan mereka menjadi suam-suam kuku.

Terima Kasih telah Membaca..!!




[1] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 1.
[2]Ibid, Hlm. 3-4.
[3] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 178.
[4] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 99-100.
[5] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 178.
[6] Adi Putra, Bahan Ajar: Tafsiran Perjanjian Baru Bagian kedua, Hlm. 69.
[7] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 180.
[8] Ibid.
[9] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 102.
[10] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 181.
[11] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 102.
[12] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 181.
[13] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 102.
[14] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 181-182.
[15] J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab Wahyu Yohanes (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008), Hlm. 58.
[16] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 181-183.
[17] Dave Hagelberg, TafsiraN Wahyu dari Bahasa Yunani (Yogyakarta:ANDI, 2005), Hlm. 104.
[18] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), Hlm. 181-185.
[19] Ibid.
[20] Ibid, Hlm. 186.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid, Hlm. 186-187.
[24] Ibid, Hlm. 187.
[25]Ibid.
[26] Ibid, Hlm. 188-189.

0 comments:

Post a Comment